Kedudukan
Gajah Mada Dalam Pusat Pemerintahan
Negara
Adapun
kedudukan Gajah Mada dalam pusat pemerintahan adalah sangat istimewa. Tidak
saja karena dia duduk dalam badan pemerintahan yang tersusun rapi, melainkan
pula karena ia dapat menggerakkan bagian-bagian badan itu untuk kemajuan negara
dan bagi kepentingan rakyat.
Pemerintahan negara Majapahit
terbagi atas bagian bawahan, bagian tengahan, bagian atasan. Bagian bawahan
dijalankan oleh susunan persekutuan adat di seluruh Nusantara seperti desa di
pulau Jawa. Desa yang beribu-ribu banyaknya itu menyusun diri sendiri secara
adat dan mementingkan kepentingan negara, sebgai kaki tangan pemerintahan
daerah, bagian tengahan. Bagian tengahan ini dilaksanakan oleh bupati dan
patih, baik di darat maupun di pesisir. Ada juga raja atau ratu daerah yang
memegang kekuasaan atas berates-ratus desa atau persekutuan lain. Bagian
tengahan ini ialah pusat daerah dan menghubungkan pemerintahan desa dengan
pemerintahan pusat. Pemerintahan pusat adalah bagian atasan dan berkedudukan di
kota Majapahit. Susunannya sangat teratur dan memakai nama yang jelas.
Di puncak pemerintahan duduk diatas
singgasana seorang Perabu, yang menjunjung kedaulatan negara dan rakyat dan
beristana dalam keraton di Majapahit. Zaman Gajah Mada mengenai kepala Negara :
1. Kertarajasa
(1294-1309)
2. Jayanegara
(1309-1328)
3. Seri
Teribuana (puteri, wakil kepala negara 1328-1350)
4. Ayam
Wuruk (1350-1387)
Sang Perabu
menjadi ketua dalam Sidang Mahkota, yang dinamai Saptaprabu (=ratu yang tujuh), dalam sidang ini mula-mulanya duduk 7 orang
keluarga Sang Perabu dan Permaisuri. Dalam jaman Ayam Wuruk, maka anggota
ditambah dua orang, sehingga sidang dihadiri oleh Sembilan orang. Sidang
Mahkota mengurus urusan keraton dan keluarga maha raja, juga bersidang dalam
hal perkawinan, perpindahan mahkota, dan dalam urusan negara yang mengenai
kedudukan mahkota dan ketentraman negara. Di sekeliling Sang Perabu memerintah
badan pemerintah yang Empat, yaitu:
1. Maha
menteri yang Tiga (manteri katrini) yaitu manteri Hino, manteri Sirikan dan manteri
Halu.
2. Lima
Serangkai Majapahit (panca ring Wilwatikta) yang terdiri atas Rakryan yang
Empat dan seorang Mapatih. Lima Serangkai Majapahit ialah Kemanterian Negara di
bawah pimpinan Gajah Mada.
3. Darmajaksa
yang Dua, yaitu kepala agama Budha dan Syiwa, Rakawi Prapanca, pengarang yang
mashur, adalah darmajasa bagian Budha (Kasogatan).
4. Upapatti
yang Tujuh (Saptapapattri) yaitu lima orang pemeget agama Syiwa (triwan,
kandamuhi, manghuri, jambi, dan pamwatan) dan dua orang pegawai agama Budha.
Kandangan atuha dan kandangan rare. Upapatti yang Tujuh bersidang mengurus
urusan agama, upacara, candi. Perdikan desa, dan segala hal kerohanian.
Sebagian
besar politik negara diurus dan dijalankan oleh Maha manteri yang Tiga dan Lima
Serangkai Majapahit. Badan yang pertama tidak ke depan , melainkan menjadi
jambatan antara penganjur-penganjur Sidang Kemantrian dengan Seri Mahkota.
Kemantrian dikendalikan oleh patih mengkubumi Gajah Mada, 33 tahun lamanya
(1331-1364).
Untuk
memajukan kesejahteraan negara, maka didirikan beberapa pusat jawatan, yang
mengurus urusan: bea,cukai, dan pemeliharaan jalan. Keraton, candid an
gedung-gedung pemerintah untuk mementingkan urusan kesehatan, pengairan, lau
lintas, pertanian, hasil bumi dan kesejahteraan umum. Kemanterian urusan perang dan urusan
perdagangan sangat dipentingkan. Selainnya Gajah Mada member pemandangan dan
tanggungjawab kepada Sidang Saptaprabu dan kepada Badan Pemerintahan yang
Empat, maka dia memimpin pemerintahan sebagai Patih mangkubumi. Adapun pangkat
patih yang dijabatnya yaitu Patih Majapahit yang dengan sendirinya disatukan
dengan jabatan Amangkubumi. Patih Majapahit ialah patih yang paling tinggi di
dalam seluruh kerajaan.
Di
dalam urusan peperangan Gajah Mada duduk
dalam Markas Besar Angkatan Darat dan Angkatan Laut yang acap kali
dikerahkannya untuk memadamkan api pemberontakan di beberapa daerah di
kepulauan Nusantara dan untuk menjalankan politik persatuannya Gajah Mada
mempunyai pengaruh yang besar dalam
Mahkamah Perang yang memutuskan sengketa
prajurit dan kesalahan menjalankan siasat.
Urusan
dalam negeri dicampuri dan diatur oleh Gajah Mada dengan teliti. Sampai
sekarang namnya diperhubungkan dengan suatu kitab Undang-undang. Walaupun kitab
ini berasal dari jaman yang lebih muda tetapi mungkin isinya disusun patih
Gajah Mada sendiri. Dalam jaman Gajah Mada banyak batu ditulis untuk
memperingati kejadian-kejadian yang penting atau untuk bukti atau tanda. Gajah
Mada meninggalkan jasa karena dialah yang menyuruh dikumpulkan beberapa surat
piagam dan menyuruh membarui yang sudah
tua, sehingga aturan undang-undang tidak hilang dilupakan begitu saja.
Pengadilan
disusun sedemikian rupa, sehingga memuaskan rasa keadilan bagi anak negeri.
Untuk memutuskan perkara diturut aturan hukum adat seperti yang dilazimkan
dalam suatu daerah, dengan mengindahkan bukti undang-undang tulisan dan menurut
putusan pengadilan. Hakim mendapat kedudukan yang tinggi yang langsung di bawah
Sang Perabu dan keluarganya.
Gajah
Mada juga merangkap pangkat raja jaksa. Dialah yang mengawasi pelaksanaan
Undang-undang raja, sedangkan sebaggai astapada, maka Gajah Mada harus menyusun
suatu rencana lengkap dalam soal-soal sengketa yang penting-penting. Jadi Patih
Mangkubumi Majapahit tidaklah saja menjalankan aturan undang-undang negara,
tetapi juga menjaga supaya aturan itu berjalan dengan baik dan menurut segala
pelanggaran. Gajah Mada mempunyai pengalaman dalam urusan negara. Dia mendapat
pengaruh tidaklah oleh karena turunan darah, melainkan oleh keberanian hati,
naik dari tempat yang paling bawah sampai ke puncak kekuasaan. Dari tingkat
anak buah sebagai bocah desa, dia menjadi orang suruhan dan prajurit
Bayangkari, kemudian menjadi bekel, yang sama pangkatnya dengan lurah desa.
Atas jasanya, maka dia menjadi patih daerah dan setelah 11 tahun lamanya lalu
dipilih menjadi patih Majapahit (1331). Sesudah itu dia menjadi ahli politik yang
ulung, dan memimpin urusan negara berpuluh-puluh tahun lamanya. Inilah orang
Indonesia yang berasal dari desa sampai kepada pusat pemerintahan bagian atas.
Sebagai seorang rakyat, dia menjalankan kerakyatan untuk kepentingan negara
yang digerakkan sampai memasuki segala cabang pemerintah dan isi keraton; dia
melindungi seluruh kepulauan Nusantara yang berjiwa satu dalam kepalan tangan
yang kuat perkasa dan maha tangkas.
Yamin,
Muhammad.1997. Gajah Mada. Jakarta:
Balai Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar